Desa Dukuhsalam berada di Kecamatan Slawi Kab. Tegal, dengan Sebagian besar penduduknya sebagai perindustrian/jasa menjadikan desa Dukuhsalam memiliki potensi wisata Cagar Budaya. Dengan luas 162.607.00 m2 ini populasinya dianggap cukup karena dari total penduduk sebesar 6694, terbagi para laki- laki di Dukuhsalam sebanyak 3445 orang dan 3249 sisanya Wanita.
Dukuhsalam banyak memiliki cagar budaya salah satunya yaitu Situs Karang asem & Situs iwil -iwil (kethu agung). Asal mulanya yaitu dari istilah makam dawa. Ada yang menafsirkan makam dawa adalah suatu kiasan bahwa dakwah untuk mengislamkan pulau Jawa memerlukan waktu yang cukup panjang karena pada saat itu masih banyak orang yang memeluk agama Hindu dan Budha namun ada juga sejarawan yang menafsirkan “Makam Dowo” adalah kiasan bahwa orang yang dimakamkan di situ datang dari negeri yang jauh.
Beberapa petanda dikawasan situs Makam dawa desa dukuhsalam mungkin bisa menjadi 'alat analisis' nya antara lain : nama tempat makam dawa yang disebutnya sebagai 'Karang Asem', tanaman petanda berupa 2 pohon kepuh yang mengapit 1 pohon asem juga nisan makam berupa batu andesit tanpa ornamen berbentuk lurus seperti alif dan disebut sebagai nisan 'gada' dan satu lagi toponomi Syeh Abdurrahman yang diyakini dimakamkan dalam makamdawa tersebut.
Pohon Asem Dan Pohon Kepuh
Pohon Asem jawa atau Kamal (wikipedia) adalah salah satu pohon yang sering dijadikan petanda pada beberapa situs atau kawasan tradisi. Simbol ini merujuk pada konsep makna "Kamaliah" yaitu sifat kasampurnan atau kesempurnaan yang meleburkan 'bineritas' sifat kelembutan (jamaliah) dan ketegasan (jalaliah) demi menjaga keseimbangan sebuah tatanan.
Contoh yang paling gampang untuk memahami hal ini adalah sikap seorang dokter yang mengamputasi bagian tubuh pasien demi menyelamatkan pasien tersebut. Tindakan mengamputasi adalah cermin sifat ketegasan (jalaliah) yang dilakukan karena kasih sayangnya (jamaliah) itulah manifestasi sifat 'kasampurnan' dalam tindakan medis seorang dokter.
Petanda berikutnya adalah pohon kepuh yang mengapit pohon asem jawa tersebut. Pemahaman masyarakat tradisi atas nama kepuh adalah sublimasi dari kata 'kasepuhan' yang menerangkan bahwa makam dawa adalah situs yang sejak jaman dulunya di'sepuh'kan , ditua-kan atau dalam makna tradisi dikeramatkan.
Menurut Teguh puji harsono (TPH) Seorang budayawan Kab.tegal sekaligus budayawan di desa dukuhsalam. Bahwa Makam tersebut yang di makamkan beliau bukan hanya pemimpin tapi juga seorang Ulama yang menyebarkan ajaran islam di Dukuhsalam.
Syekh Abdurrahman
Syekh juga dapat ditulis Shaikh, Sheik, Shaykh atau Sheikh adalah kata dari Bahasa Arab yang berarti kepala suku, pemimpin, tetua, atau ahli agama Islam (ulama). Gelar syekh biasanya disematkan pada seorang ulama dengan keilmuan agama Islam yang tinggi, mulai dari perilaku, perbuatan, dan sikapnya. Abdurrahman diartikan sebagai hamba Tuhan yang Maha Pengasih. Konsep nama ini berbasis pada Hadits Riwayat Muslim yang menerangkan bahwa : ”Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”
Situs kethu agung
Disandingkan dengan cerita masyarakat tradisi yang menyatakan bahwa situs candi iwil - iwil di 'kedu agung' atau 'duagung' (lafal tradisi menjadi kethu agung) adalah istri dari syekh abdurrahman yang dalam konteks simbol berarti beliau adalah pasangan Ar Rahman yaitu Ar Rahim.
Ar Rahim adalah Penyayang sekaligus simbol 'feminisme' karena Rahim menempati gua Garba yang hanya ada pada seorang perempuan , inilah yang lalu menjadi 'kadi agung' atau patron yang mengatur tatanan sosial masyarakatnya.
Dari beberapa petanda tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa situs makam dawa adalah situs keramat yang sudah ada sejak era kewalian sekitar abad 15 tempat dimakamkan seorang ulama yang mengajarkan kasih sayang agar dengan kasih sayangnya tersebut masyarakat Dukuhsalam bisa menjadi masyarakat yang mampu mewadahi atau 'ngemong' budaya apapun yang datang ke desa Dukuhsalam baik yang datang dari segara atau maritim (karang) maupun gunung atau agraris (asem).
Wallahu a"lam. “ujar Teguh puji Harsono (TPH)- Seorang budayawan Kab.tegal sekaligus budayawan di desa dukuhsalam”.
Penulis: ILHAM SYAHRIN R